Hari itu, dia berjanji kepada teman-temannya untuk pergi berburu di hutan. Itu sebabnya dia buru-buru pergi ke hutan. Hingga sampai di hutan tujuan, si pemburu menelusuri kembali langkahnya. Kemudian, langkahnya terhenti dia melihat teman-temannya seperti sedang kebingungan dan ketakutan. Mereka kebingungan karena tidak biasanya hutan ini sepi, dan kalau hutan sepi itu tandanya akan kedatangan gajah besar dan ganas itu. Si Jago Moro malah semakin tertantang. Tidak lama kemudian, para pemburu saling tatap, karena bumi yang dipijaknya merasa terguncang. Semua orang kaget, karena pohon kiara besar yang tidak jauh dari sana bergetar seperti ada yang menggoyangkan. Lalu munculah sosok hewan besar yang membuat para pemburu semuanya berhamburan, kecuali Si Jago Moro yang masih bengong melihat gajah besar tersebut. Kemudian Si Jago Moro menantang Gajah besar tersebut. Lalu terdengar suara “Jika kamu tidak bisa menaklukanku, kamu harus rela menjadi batu”. Si Jago Moro terkejut ketika melihat belalai gajah bergoyang, dia tidak percaya gajah itu bisa berbicara. Tetapi Si Jago Moro malah semakin tertantang dengan gajah jelmaan putra Dewa Ganesha tersebut, bahkan dia rela tidak hanya jadi batu saja kalau di kalah, dia rela jadi gunung juga. Tiba-tiba saja, terdengar suara halilintar di tengah siang bolong. Sang gajah yang mengaku sebagai anak dewa bergerak sangat cepat, Si Jago Moro pun tidak mau kalah, dia pun berlari bersama Si kukut mengejar Sang Gajah besar tersebut.
Nampaknya Si Jago Moro benar-benar bertekad untuk menggadaikan seluruh hidupnya dan bersumpah kepada Sang Gajah untuk menjadi gunung. Dari hari ke hari gajah yang sudah mulai kelelahan dan mulai lambat tetapi masih gesit dan bisa menghindar. Karena gajah sangat berhati-hati, setiap kali Si Kukut ingin menerkam kaki Sang Gajah, akan tetapi Si Kukut malah ditendang dan terjungkal, hal tersebut berulang terus menerus, hingga hari berganti minggu. Si Jago Moro sudah hampir seminggu tidak bisa mengalahkan Sang gajah, dia semakin penasaran sampai dia tidak ingat apa-apa dari hutan ke hutan dan terus mengejar. Sesekali Si Jago Moro istirahat dan memberi makan Si Kukut untuk menambah kekuatannya, dan terus kembali mengejar Sang Gajah, Si Jago Moro tersadar, dia ternyata mengelilingi hutan tersebut karena yang dilihat hutan saat pertemuan pertama dengan Sang Gajah. Hingga pada akhirnya, Sang Gajah terlihat sangat lemah dan tak berdaya lagi. Si Jago Moro senang sekali, dan Si Kukut pun menerkam dan menggigit kaki gajah. "Akhirnya kau kudapatkan gajah, kalau sudah begini, aku tidak peduli jika aku menjadi gunung" kata Si Jago Moro sambil kegirangan. Tidak lama setelah Si Jago Moro berucap seperti itu, tiba-tiba suara halilintar yang pernah menggelegar dulu terdengar kembali, cuaca yang tadinya panas, kita mendung dan hujan diiringi petir saling bersahutan. Alam seperti murka sekali saat itu. Si Jago Moro pun terdiam dan menjadi ciut melihat fenomena seperti itu, dia teringat akan kisahnya selama ini, atas kesombongan dan keangkuhannya. Tulang punggung Si Jago Moro pun mulai merenta, yang tadinya gagah menjadi rapuh, terdengar suara gemeretak ketika badannya tertarik oleh rantai emas yang diikatkan di leher Si Kukut yang masih mencengkram menggit kaki Sang Gajah. Si Jago Moro tak berdaya, tulang punggungnya terasa remuk dan tidak bisa berdiri, pikirannya pun mulai kabur. Setelah kejadian tersebut yang tiba-tiba mulai turun hujan deras disertai petir. Si Jago Moro sudah tidak ingat apa-apa lagi dan detak jantungnya berhenti tiba-tiba, begitu pun dengan Si Kukut dan Sang Gajah yang diburunya terbujur kaku dan tidak bergerak lagi. Esok paginya penduduk desa yang bermukim tidak jauh dari tempat kejadian tersebut dibuat kaget sekali, karena tiba-tiba ada tiga gunung yang berdiri yang tidak tahu dari mana asal usulnya. Jika dilihat dari kejauhan, ketiga gunung yang berdekatan itu nampak seperti sesuatu, pada aknirnya warga desa menamakan ketiga gunung tersebut. Gunung pertama, karena mirip seperti orang bungkuk dikenal sebagai "Gunung Bungkuk". Gunung yang kedua karena mirip seekor anjing yamg sedang diam, maka gunung itu disebut "Babug Anjing", dan gunung ketiga persis seperti gajah yang kakinya digigit anjing, sehingga disebut "Gunung Gajah". Begitu wargi Sumedang cerita Si Jago Moro yang hingga saat ini menjadi turun temurun budaya lisan di Sumedang,
Narasumber: Pak Dudu (kuncen dayeuh luhur)
Digubah dari liesganesti.blogspot.com Makin Tahu Indonesia
Rex
Mar 12, 2024 22:51Hi, Ι do belieνe this is an excellent blog. I stumbledupon it ;) I may come bacқ yet again since I book marҝeɗ іt. Money and freedom is the best way to change, may you be rich and continue to guide others.