Kedua Umbul bersaudara yang bernama Umbul Arim Muhammad dan Arif Muhammad merupakan yang bertugas mengirimkan surat ke Sumedang, mereka ditemani oleh beberapa orang prajurit. Selama diperjalanan satu persatu prajuritnya meninggal, karena serangan penyakit demam berdarah, pada akhirnya tinggalah hanya mereka berdua. Kedua umbul mulai putus asa mengingat jarak yang harus ditempuh masih sangat jauh, ditambah lagi mereka tersesat di hutan belantara dan perbekalan pun mulai habis, mereka bertahan hidup hanya dengan memakan dedaunan, biji-bijian, dan buah-buahan. Mereka tak patah semangat dan terus melanjutkan perjalanan, namun semakin jauh mereka berjalan ternyata mereka semakin tersesat, hingga sampailah di kedalaman hutan yang angker di belahan timur Sumedang. Mereka semakin bingung dalam menentukan arah yang harus diambil dan kelelahan pun mulai melanda mereka, karena mulai kelelahan mereka pun memutuskan untuk beristirahat sejenak di dalam hutan dan menunggu penduduk setempat yang lewat. Berhari-hari mereka menunggu, tidak ada satu pun penduduk yang lewat, mereka pun tak mendapatkan petunjuk jalan untuk sampai ke Sumedang. Semua telah mereka lewati dalam perjalanan, mulai dari hutan, sungai-sungai, tebing curam dan lainnya yang semakin menjebak mereka dalam pertentangan perasaannya sendiri. Hingga pada suatu ketika, sampailah mereka disebuah tepian sungai, karena saat itu cuaca buruk maka mereka memutuskan untuk menghentikan perjalanan sejenak. Ketika itulah cuaca buruk semakin menjadi-jadi, mulai dari angun ribut, petir yang menggelegar, hujan pun tak henti-hentinya. Mereka mencari tempat berlindung dan memilih untuk berlindung di sela-sela gua batu, namun ternyata hujan tak juga reda selama berminggu-minggu mereka terkurung dalam gua batu tersebut. Sungai pun kala itu terdengar bergemuruh disertai longsoran-longsoran tepian sungai disekitrannya. Karena tempat berlindungnya itu dirasa sudah tidak aman lagi, mereka pun memutuskan untuk mencari tempat berlindung yang lain namun naas saat mereka keluar dari gua, disaat bersamaan Gunung Pareugreug di Parakankondang yang tidak jauh dari tempat mereka berlindung ikut longsor, akibatnya mereka pun semakin terjebak dalam banjir yang kian dahsyat karena bongkahan batu dan tanah menutupi aliran sungai dan mengakibatkan meluapnya air sungai.
Dari tempat mereka berada tersebut akihirnya mereka melihat perkampungan, namun mereka melihat perkampungan yang berderet dipinggiran sungai dan berhektar-hektar lahan pertanian milik penduduk mulai karam diterjang banjir, mereka pun melihat penduduk berbondong-bondong menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi akhirnya, mereka pun hanya bisa pasrah menunggu sampai air surut. Di tengah tak menentunya hati mereka, tiba-tiba datang seorang kakek tua menghampiri mereka berdua, ternyata kakek tua tersebut sangat peka dan tahu, bahwa kedua umbul sedang mengalami kesulitan. Kakek tua tersebut Bernama Aki Pangebon, kedatangannya disambut oleh kedua umbul. Melihat dahsyatnya fenomena sungai di hadapannya, Arim Muhammad bertanya pada sang kakek nama sungai tersebut, sang kakek tak buru-buru menjawabnya, karena sang kakek juga ternyata tidak tahu nama sungai tersebut karena ia juga telah lama mengembara di dalam hutan dan tak pernah mendengar nama sungai itu. Aki Pangebon melihat sekelililng, ia melepas pandangannya ke pepohonan sementara burungburung berkicau sembari melompat-lompat pada dahan-dahannya maka terlintaslah kata manuk yang berarti burung, untuk menjawab pertanyaan para umbul, sehingga ia menjawab nama sungai itu adalah Cimanuk (ci = air/sungai, manuk = burung). Setelah mendengar dan mengetahui nama sungai tersebut, kedua umbul mengutarakan niatnya hendak menemui bupati Sumedang. Mendengar maksud dari kedua umbul, Aki Pangebon menasehati mereka agar tidak melanjutkan perjalanan selama air sungai belum surut karena akan sangat berbahaya, namun ia tak bisa berbuat banyak Ketika ternyata Arim Muhamad tak mendengar nasehatnya dan tetap memaksa melanjutkan perjalanannya menyebrang sungai menggunakan sebatang pohon pisang, Aki Pangebon hanya bisa berharap dan mendoakan kedua umbul tersebut agar selamat sampai tujuan. Karena memaksakan diri menerjang sungai yang sedang meluap, akhirnya kedua umbul terapung-apung di atas permukaan air melawan derasnya aliran air dan menyebabkannya hampir tenggelam. Di tengah perjuangan mereka melawan derasnya air, tiba-tiba pohon pisang yang mereka kendarai meluncur begitu saja ke arah selatan seperti mendapat tarikan gaib dan membuat mereka terdampar disebuah bukit kecil. Di bukit kecil itu kedua umbul menemukan banyak kuya (kura-kura) sepertinya kura-kura tersebut terdampar karena sebelumnya hanyut terbawa banjir, berdasar hal tersebut kedua umbul menamakan bukit kecil itu Cikuya. Makin tahu Indonesia
Jacklyn
Mar 26, 2024 08:57Нi there, I enjoy reading all of your post. I wanted to ԝrite a little comment to support you.