Di Balik Keseruan Lagu Ayang-ayang Gung yang Mengisahkan Tentang Penguasa

ngadoe pipi djeung noe ompong.

Teks Ayang-ayang gung versi Poeradiredja, dalam Moriyama (2013).

Lagu tersebut sebagai pengiring permainan ucing peungpeun yang berarti "kucing yang ditutup matanya". Dilihat dari isinya, lagu ini memuat kritik sosial pada masa penjajahan kolonial Hindia Belanda di Indonesia.

Dari berbagai sumber, pencipta lagu Ayang-ayang Gung kemungkinan besar adalah Raden Hadji Moehamad Moesa, seorang penulis, sastrawan, ulama, sekaligus tokoh masyarakat Sunda pada abad ke-19. Raden Hadji Moehamad Moesa yang lahir tahun 1822 dan wafat pada 1886 juga telah menghasilkan berbagai karya lainnya.

Cara memainkan permainannya adalah anak-anak yang kira-kira berjumlah 10 orang, lalu membuat Iingkaran dengan jalan saling berpegangan tangan. Sedangkan yang 1 orang anak yang menjadi kucing, ditutup matanya dan ditempatkan di tengah-tengah lingkaran.

Anak-anak lainnya yang berpegangan tangan tersebut berjalan mengelilingi seorang anak yang menjadi kucing sambil menyanyikan Iagu atau kakawihan ayang-ayang gung.

Sedangkan yang menjadi kucing dengan matanya yang ditutup menanti selesainya lagu yang dinyanyikan bersama oleh calon-calon mangsanya. Di sini, anak yang menjadi kucing benar-benar mendengar suara-suara calon mangsanya, untuk kemudian diterkanya.

Halaman Selanjutnya

Komentar

wave

Belum ada komentar.

Tinggalkan Komentar

wave

Cari Artikel

<<<<<<< HEAD ======= >>>>>>> 22907a91d5212753ed2de3bbf69bb3b53a692828