Dongeng Nini Anteh yang Melegenda Ada Beberapa Versi Loh

Wargi Sumedang tidak asing lagi dong tentang dongeng Nini Anteh yang ada di bulan. Dongeng sebelum tidur tersebut tentunya dulu kerap digunakan. Apakah wargi Sumedang masih tahu ceritanya?

Nini Anteh menurut Ekadjati dalam Ensiklopedia Sunda, yaitu seorang wanita tua yang sedang menenun ditemani kucingnya yang bernama Candramawat.

Pemberian nama Anteh karena ia terlihat sedang memintal benang kantih atau dalam bahasa Sunda disebut kantéh yaitu kapas yang telah dipintal menjadi benang untuk ditenun. 

Berdasarkan Kamus Basa Sunda karya R.A.Danadibrata, bayangan Nini Anteh yang sedang menenun ini dianggap sebagai bayangan yang terlihat di permukaan bulan ketika bulan purnama muncul. Sehingga tidak heran masyarakat Sunda mengaitkan bercak yang terlihat di permukaan bulan purnama adalah bayangan Nini Anteh atau Nyai Anteh.

Seperti cerita lain yang disampaikan secara lisan, karena penuturan secara lisan dapat membuat cerita tersebut memiliki versi yang berbeda-beda. Nyai Anteh penunggu bulan diceritakan dengan berbagai macam versi cerita yang telah disampaikan dalam berbagai bentuk. 

Cerita Nyai Anteh dalam bentuk lisan ditranformasikan dalam bentuk tulisan berupa naskah drama berbahasa Sunda yang ditemukan dalam buku yang ditulis oleh Wahyu Wibisana, berjudul “Purna Drama: Geber-geber Hihid Aing” pada tahun 1976. Selain itu kisah Nyai Anteh dapat ditemukan dalam novel “Dongeng Nini Anteh” karya A.S. Kesuma yang diterbitkan pada tahun 1993. 

Namun ternyata cerita Nyai Anteh sudah diceritakan lebih dari seratus tahun yang lalu oleh masyarakat Sunda. Penulis yang berasal dari Belanda, C.M Pleyte menuliskan kisah Nyai Anteh ke dalam bukunya yang berjudul “De Inlandsche Nijverheid West Java Sociaal-ethnologisch Verschijnsel” yang diterbitkan pada tahun 1912.

C.M Pleyte menceritakan kisah Nyai Anteh di dalam cerita pendek berjudul Nini Anteh atau dalam bahasa Belanda berjudul Grootmoeder Spinster, dalam cerita tersebut digunakan dua bahasa yaitu bahasa Sunda dan bahasa Belanda. Buku ini dapat menandakan bahwa cerita Nyai Anteh sudah menjadi warisan kebudayaan dari masyarakat Sunda dalam bentuk cerita rakyat yang telah disampaikan sejak dulu. Buku karangan C.M Pleyte dapat dianggap sebagai sumber pasti dan sumber tertua cerita Nyai Anteh.

Cerita Nyai Anteh yang selama ini ditemukan dengan latar cerita cinta segitiga antara putri Endahwarni, Pangeran Anantakusuma dan Nyai Anteh. Maka cerita dalam buku C.M Pleyte ini jauh berbeda.

Cerita Nyai Anteh merupakan folklor lisan termasuk ke dalam ketegori cerita rakyat legenda Sunda yang berasal dari Jawa Barat yang sudah disampaikan sejak zaman dahulu. Cerita Nyai Anteh memiliki nilai-nilai positif yang dapat diteladani.

Okey wargi Sumedang nanti kita lanjut cerita Nini Anteh dari berbagai versi yah.

Makin Tahu Indonesia.

 

Dari berbagai sumber.

Komentar

wave

Belum ada komentar.

Tinggalkan Komentar

wave

Cari Artikel

<<<<<<< HEAD ======= >>>>>>> 22907a91d5212753ed2de3bbf69bb3b53a692828