Masjid Agung Sumedang dan Pengaruh Arsitektur Cina

Atapnya disusun makin ke atas makin kecil. Tingkatan paling atas berbentuk limas yang disebut mamale. Di bagian bagian puncaknya bertengger sebuah benda yang disebut mustaka. Bentuknya menyerupai mahkota raja-raja di masa lampau. Sampai saat ini, walau telah mengalami renovasi pada tahun 2004 yang menelan biaya Rp 4,2 milyar, bentuk bangunannya tidak banyak berubah.

Bentuk mimbarnya sangat antik dan dibiarkan berdiri dalam bentuk aslinya, dengan empat tiang yang dicat keemasan dan bangunan kecil dengan atap limas. Tempat khatib berdiri dibuat dengan empat trap sebagai tangga dan tempat duduknya seperti singgasana kerajaan. Untuk tombak yang suka dipegang oleh muraqi dan khatib masih utuh terbuat dari kayu jati dan berumur satu abad lebih (sekitar 120 tahun).

Ciri khas yang paling menonjol pada bangunan Masjid Agung Sumedang adalah banyaknya tiang penyangga. Tiang penyangga ini hanya dibuat dari susunan bata yang dibulatkan dengan ukuran besar. Terdapat banyak tiang, yang terdiri atas tiang utama bagian dalam dan luar.

Dilihat dan segi artistik, tiang-tiang tersebut jadi ciri khas kearsitekan masjid kuno dan antik bergaya abad ke-19. Bagian atas kusen pintu dan jendelanya penuh dengan hiasan ukiran kayu yang konon menorehkan citra ukiran model Cina. Pada bagian mimbar juga terdapat sebuah properti yang penuh dengan ukiran bergaya Cina.

Pada bangunan bagian dalam terdapat ventilasi berupa jendela dan pintu yang berbeda ventilasi dengan bangunan modern, sedangkan emperan depan dan pinggir tidak memakai dinding atau tembok.

Halaman Sebelumnya

Komentar

wave
  • John Doe

    Marwan

    Apr 12, 2022 07:38

    Referensinya dari mana, min ?

Tinggalkan Komentar

wave

Cari Artikel

<<<<<<< HEAD ======= >>>>>>> 22907a91d5212753ed2de3bbf69bb3b53a692828