Dilansir dari fin.unisa.ac.id Menurut catatan Noorduyn (1968, 429) dan Ricklefs/Voorhoeve, 1977, 181) ( Naskah ini disimpan di Bodleian Library, Oxford Unversity sejak tahun 1627 berasal dari seorang pedagang dari Newport bernama Andrew James. Menurut penjelasan Atep Kurnia, peneliti literasi Pusat Studi Sunda, yang membawa naskah tersebut ke Inggris sebenarnya adalah Richard James pada akhir abad 16. Kemungkinan Richard menerima naskah saat dia mengikuti ekspedisi pelayaran Inggris ke Nusantara. Pada ekspedisi ke tiga yang dipimpin Sir James Lancaster, tahun 1601 sempat mendarat di Banten. Pada saat inilah diperkirakan Richard menerima naskah Bujangga Manik. Oleh Richard, naskah ini kemudian diserahkan kakaknya yang bernama Andrew Jones untuk diserahkan di perpustakaan Bodleian. Naskah ini menjadi sejak diteliti oleh Nourduyn, Ricklefs dan Voorhoeve pada tahun 1968. Artinya, naskah Bujangga Manik ini baru menjadi perhatian publik setelah tersimpan di perpustakaan Bodleian selama 340 tahun.
Dalam penelitian ini Nourduyn membandingkan naskah Bujangga Manik dengan Negarakretagama, Jyang Kamanikam dan beberapa naskah Nusantara lainnya. Selain melakukan penelitian mengenai isi dan kandungan pengetahuan dari naskah Bujangga Manik, Nourduyn bersama A. Teeuw juga menerjemahkan naskah tersebut dalam bahasa Inggris. Hasil terjemahan tersebut dimuat dalam buku Three Old Sundanese Poem. Penelitian kemudian dilanjutkan oleh A. Teeuw bersama Undang Sudarsa dari Universitas Pajajaran Bandung. Bahan kajian menarik bagi para peneeliti.
Naskah Bujangga Manik seluruhnya terdiri dari 29 lembar daun nipah, yang masing-masing berisi sekitar 56 baris kalimat yang terdiri dari 8 suku kata. Naskah berukuran 345 x 300 mm (34,5 cm x 30 cm). Naskah tersebut ditulis dalam bahasa Sunda Kuna pada daun lontar yang beberapa lembarannya rusak atau hilang. Isinya menuturkan perjalanan Bujangga Manik, penyair kelana dari Pakuan yang hidup pada abad ke-16. Sebetulnya, dia adalah pangeran dari Istana Pakuan di Cipakancilan, dengan gelar Pangeran Jaya Pakuan, tapi dia lebih suka menempuh jalan hidup asketis. Sebagai rahib Hindu, dia berziarah menyusuri Pulau Jawa hingga Bali. Naskah tersebut merupakan catatan perjalanan dari sang Pangeran mengelilingi pulau Jawa hingga ke Bali. Ditulis di daun lontar yang berjumlah 29 lembar, tiap lembar rata-tara terdiri dari 59 baris, Jumlah keseluruhan ada 1.756 baris. Gaya penulisan dalam bentuk puisi yang setiap baris terdiri dari 8 suku kata. Naskah Bujangga Manik ini, memaparkan toponimi yang dapat menjadi petunjuk awal untuk melakukan penelitian topografi dan geografi pulau Jawa. Dapat dikatakan naskah ini merupakan naskah kuno yang paling lengkap menggambarkan toponimi pulau Jawa. Beberapa nama tempat yang disebut dalam naskah tersebut memang sudah tidak dikenal karena terjadi pergantian nama. Tetapi jika dilacak secara lebih mendalam dengan melakukan perbandingan dengan naskah lain seperti Pararaton, Negarakretagama dan lain-lain maka akan dapat dikenali dan ditemukan. Bagi mahasiswa maupun para peneliti geografi rasanya perlu membaca naskah ini untuk mendapatkan gambaran topografi Jawa di masa lalu.
Sang
Sep 20, 2022 00:29Τhis is a toрic which is near to my heart... Cheers! Exaсtly wheгe are your contact details though?
Terri
Sep 28, 2022 01:28Hi theгe! Someone in my Facеbook group shareԁ tһis webѕite with us so Ӏ came to take a look. I'm definitely enjoying the information. I'm booк-marking and will be tweetіng this to my followers! Wondeгful blog and eⲭcellent design.