Nobar dan Diskusi Film Before You Eat di Sumedang, Ungkap Sisi Kelam Buruh Migran Indonesia di Kapal Asing

Pernahkah kita terpikir bagaimana seafood yang akan kita santap bisa terhidang di atas piring kita? Apakah ikan tuna, cumi-cumi, dan gurita yang menggiurkan dan sudah dimasak dengan berbagai bumbu ini ditangkap dengan cara yang baik?

Tenaga mereka dimanfaatkan oleh oknum-oknum licik yang mengambil keuntungan dari penderitaan orang lain. Aksi-aksi tak terpuji dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) ini terungkap dalam pemutaran film dokumenter Before You Eat.

Film yang di Sutradarai Kasan Kurdi, diproduksi oleh Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan didukung oleh Greenpeace Indonesia, terlihat gamblang bagaimana kekejaman yang dialami oleh para Awak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal asing.

Film dokumenter yang berdurasi 90 menit tersebut menayangkan kisah gelap buruh migran yang bekerja di kapal penangkap ikan. Di dalamnya juga terdapat banyak ragam polemik, mulai dari sistem administrasi perusahaan, keluarga yang tidak mengetahui nasib anaknya dan lemahnya peran negara dalam menjamin hak hidup warganya.

Di Sumedang sendiri, film tersebut di tayangkan bersama teman-teman Panti Baca Ceria yang kerap mengadakan kegiatan nonton bareng dan diskusi, kali ini nobar dan diskusi film diadakan di Sawala Space & Cafe pada hari Jumat, 25 November 2022.

Kegiatan nobar dan diskusi Before You Eat. Foto: Ipul

Puluhan peserta yang datang malam itu dari berbagai komunitas memenuhi Sawala Space & Cafe. Acara dibuka oleh MC, Eki lalu dilanjut dengan pembacaan puisi oleh Denbo dari Panti Baca Ceria, dan nonton bareng dan diskusi.

Diskusi sendiri dipandu oleh moderator, Kang Teungteung dan para pembicara langsung dari pihak yang terlibat, yakni; Bobi Anwar Ma'rif, Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Migran Indonesia dan Afdillah, Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia. Untuk di Sumedang sendiri, tajuk dari nonton bareng dan diskusi ini adalah "Realitas Kelam di Balik Industri Perikanan. Sudahkah Kamu Menyadarinya?"

Afdillah mengatakan, kekerasan yang dialami, kontrak kerja yang tidak jelas, dan muslihat agen-agen perekrutan serta prosedur pengiriman ABK yang sumir, membuat praktik ini disebut sebagai ‘perbudakan modern.

Film tersebut masih akan berlayar ke berbagai lokasi lainnya di Indonesia. Film ini diproduksi sebagai desakan bagi pemerintah Indonesia untuk serius membenahi kebijakan tata kelola perekrutan ABK Indonesia, serta bersikap lebih tegas dalam memberikan perlindungan pada ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing.

Komentar

wave

Belum ada komentar.

Tinggalkan Komentar

wave

Cari Artikel

<<<<<<< HEAD ======= >>>>>>> 22907a91d5212753ed2de3bbf69bb3b53a692828