Orang Minang dan Perintisan Muhammadiyah Sumedang

Setelah beberapa tahun menggelar hari raya Idul Fitri bersama, tahun ini warga Muhammadiyah akan melaksanakan hari raya Idul Fitri pada hari yang berbeda. Berdasarkan perhitungan metode wujudul hilal, Muhammadiyah telah menetapkan 1 Syawal 1444 H pada Jumat, 21 April 2023 masehi.

Sekaitannya dengan hal ini, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mendorong supaya pemerintah turut menjamin pelaksanaan ibadah id warganya. Prof. Haedar Nashir, Ketua Umum PP. Muhammadiyah menyatakan, "biasanya kita juga punya fasilitas-fasilitas, tapi bukan itu. Kami bisa menyelenggarakan di tempat kami. Tapi yang kami inginkan adalah negara, pemerintah dengan segala fasilitasnya itu milik seluruh golongan dan rakyat."
Menyambut hari raya yang dilaksanakan oleh warga Muhammadiyah, Pemerintah Daerah (Pemda) Sumedang telah berkenan mengizinkan penggunaan lapangan Induk Pusat Pemerintahan (IPP) sebagai area salat id warga Muhammadiyah Sumedang. Dalam poster kegiatan yang telah disebar oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Sumedang, pelaksanaan salat id akan dipimpin langsung oleh Wakil Ketua PDM Sumedang yakni Ustadz Jajang Nasution, S.Pd., M.Pd.I

Sehubungan dengan hal itu, menarik untuk kita gali sepak terjang Muhammadiyah di Sumedang. Siapa saja tokoh-tokoh yang merintisnya? Dan kapankah Muhammadiyah berdiri di Sumedang?

Dua Orang Minang

Meskipun berada di Tatar Sunda, kelahiran Muhammadiyah Sumedang justru dibidani oleh orang-orang rantau Minangkabau. Dalam monograf berjudul Sejarah Berdirinya Muhammadiyah di Sumedang tulisan resmi PDM Sumedang, diterangkan bahwa kehadiran Muhammadiyah di Sumedang tidak dapat dipisahkan dari keberadaan orang-orang Minang.

Inisiasi untuk membentuk Muhammadiyah di Sumedang muncul dari dua orang Minang  aktivis Muhammadiyah dan Partai Masyumi. Dua orang ini bernama Abdullah Hakim dan Tajudin Rasul. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari monograf di atas, Abdullah berasal dari Maninjau, Sumatra Barat. Sedangkan, Tajudin tidak diketahui asal usulnya, namun berdasarkan informasi dari H. Moch. Syamsudin (w. 2021), tokoh Muhammadiyah Sumedang, diketahui bahwa pria ini juga merupakan orang Minang yang telah lebih dahulu menetap di Sumedang.

Rencana pembentukan Muhammadiyah di Sumedang bermula ketika Tajudin berjumpa dengan Abdullah di Bandung pada 1951. Kala itu, Abdullah baru saja sowan kepada K.H. Isa Anshary, Ketua Masyumi Jawa Barat yang juga sesama orang Maninjau. Dalam kesempatan itu, Tajudin mengajak Abdullah untuk berkunjung ke Sumedang dan mempertimbangkan pembentukan cabang Muhammadiyah di kota itu.

"Tajudin menegaskan bahwa di Sumedang belum ada Muhammadiyah dan meminta Abdullah Hakim untuk meninjaunya.", seperti yang penulis kutip dari monograf sebelumnya.

Keesokan hari setelah perjumpaan itu, Abdullah kemudian berkunjung ke Sumedang untuk memenuhi permintaan sahabatnya. Atas dorongan Tajudin dan rekomendasi seorang birokrat di Sumedang, Abdullah bahkan diangkat menjadi guru agama di SMP Negeri Sumedang pada awal 1952. Seiring dengan kehadiran mereka itulah benih gerakan Muhammadiyah dipersiapkan agar kelak suatu hari organisasi ini dapat tumbuh di Sumedang.

Peresmian Cabang

Peresmian cabang Muhammadiyah di Sumedang terjadi pada pertengahan tahun 1953. Dalam koran berbahasa Belanda, AID de Preanger Bode yang terbit pada Selasa 9 Juni 1953, dinyatakan bahwa Muhammadiyah resmi berdiri di Sumedang pada Sabtu malam, bertepatan dengan 6 Juni 1953.

Berdasarkan data yang diperoleh dari monograf PDM Sumedang, pembentukan cabang Muhammadiyah Sumedang merupakan resolusi yang dihasilkan dalam pelaksanaan Konferensi Muhammadiyah Priangan pada 1953. Namun, sampai saat ini, data tersebut belum bisa diverifikasi.

Kala itu, yang hadir meresmikan pembentukan cabang Muhammadiyah Sumedang ialah K.H. Asnawi Hadisiswojo, Konsul Muhammadiyah Priangan. Sedangkan, yang terpilih menjadi ketuanya adalah Moh. Toha, putra daerah asli Sumedang. Inilah uniknya, sekali pun Muhammadiyah Sumedang dirintis oleh orang-orang Minang, namun dalam kenyataannya, tongkat kepemimpinan organisasi ini diserahkan kepada putra asli daerah, bukan kepada kalangan mereka sendiri.

Tidak disebutkan secara rinci ihwal lokasi peresmian cabang Muhammadiyah Sumedang. Meski begitu, disebutkan dalam koran ini, setelah diresmikan, Muhammadiyah Sumedang akan melakukan kegiatan bakti sosial dengan mendistribusikan sejumlah bantuan seperti pakaian, beras, dan uang kepada kaum duafa di pedesaan menjelang hari raya Idul Fitri.

Dikabarkan juga, Hizbul Wathan, gerakan kepanduan Muhammadiyah di Sumedang sudah mempunyai lebih dari dua ratus orang kader yang juga akan dilibatkan dalam kegiatan bakti sosial tersebut. Selain itu, Muhammadiyah Sumedang akan membuka sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) pada 1 Juli 1953. Ketika itu, jumlah pendaftarnya sudah mencapai 913 pemuda dari seluruh penjuru Sumedang. Sekolah ini hanya menerima murid sebanyak 122 orang saja.

Susunan kepengurusan perdana Muhammadiyah Sumedang sangat sederhana. Berdasarkan data yang diperoleh dari monograf sebelumnya, tokoh-tokoh yang masuk ke dalam susunan kepengurusan pertama adalah Moh. Toha (Ketua), Abdullah Hakim (Wk. Ketua), Abdul Muis (Sekretaris), Hanafiah (Bendahara), Tajudin Rasul (Bagian Tabligh), Anang (PKU), dan Kosam (Komisaris).

Muhammadiyah Sumedang di bawah kepemimpinan Moh. Toha berlangsung sejak tahun 1953 hingga 1962. Setelah itu, organisasi ini dipimpin oleh K.H. Raden Ayub (1962-1985), H.M.E. Kosasih (1985-1990), Drs. H. Kusnadi (1990-1995), Kiai Sukandi Ishak (1995-2000), Drs. Ayi Muhammad Toha (2000-2002), K.H. U. Nasruddin Thoha (2002-2010), Drs. H. Mardjohan (2010-2015), KH. Dr. Dadang Wahyudin, M.Ag., dan kini amanah kepimpinanan Muhammadiyah Sumedang sedang diemban kembali oleh K.H. U. Nasruddin Thoha.

Oleh: Naufal A.
Pegiat Sejarah

Komentar

wave

Belum ada komentar.

Tinggalkan Komentar

wave

Cari Artikel