Sekilas Tentang Rumah Masa Kolonial Bergaya Dutch-Chinese di Cimalaka

Wargi Sumedang pasti tahu dong rumah bergaya Belanda yang berada di Dusun Ciburial Desa Licin, Kecamatan Cimalaka. Rumah dengan gaya arsitektur unik ala Eropa Cina tersebut kokoh berdiri dan masih sangat terawat hingga sekarang.

Sekarang rumah tersebut dihuni oleh Prof. Dr. Ir. Agus Pakpahan. Rumah tersebut dibangun pada masa kolonial abad 19 dan kokoh hinggaa saat ini.

Sekilas tampak dua jendela yang cukup besar dengan bagian atas melengkung menghiasi beranda, rumah tersebut langsung mengarah ke area hamparan pesawahan yang begitu luas, belum lagi suasana pegunungan sangat terasa di rumah tersebut. Tak sampai disitu, di area belakang rumah ada tebing batu yang begitu kokoh serta rumah tersebut di kelilingi oleh pepohonan, membuat  suasana yang begitu asri ala pedesaan terasa.

Bangunan Masih Kokoh Terawat. Foto: Kegga

Rumah yang memiliki luas 400 meter persegi tersebut bergaya khas Eropa serta ornamen bernuansa Cina menghias dinding tebal dan pilar kokoh khas kolonial, rumah tersebut berdiri di atas tanah seluas satu hektar yang  didominasi oleh area persawahan.

Rumah tersebut merupakan warisan turun temurun. Agus Pakpahan merupakan turunan ke 5 dari pemilik rumah tersebut yakni Jayapraja dengan sang istri Ineng. Rumah tersebut dibangun pada akhir abad 19. Rumah tersebut sempat dibiarkan kosong selama 12 tahun lamanya hingga akhirnya dihuni oleh keluarganya.

Agus sendiri terlahir dari keluarga Batak dan Sunda, Ayah Agus bernama A.G Pakpahan sementara Ibunya bernama Oya Toyibah. ibunya merupakan keluarga Sumedang tulen keturunan Cibolang atau dari keluarga istri keduanya Jayapraja bernama Ineng. 

Agus mengatakan, kakek buyutnya merupakan seorang petani, selain sebagai seorang petani, bebuyutnya kemungkinan bukanlah orang sembarang di daerah sekitaran Cimalaka. Hal itu dapat terlihat dari warisan yang ditinggalkannya. Selain rumah megah, berikut dengan lahan pertanian yang cukup luas. 

Rumah megah dengan model sebetulnya ada dua unit,  yang satu diwakafkan oleh buyut Agus dan kini menjadi kantor balai Desa Mandalaherang.

Ornamen arsitektur yang menghiasi dinding-dinding tersebut merupakan ornamen bernuansa Cina, di antaranya adanya ukiran dinding berupa tiga ekor ikan dan ukiran bunga yang terdapat di setiap pilar dan atas jendela. Termasuk bubungan atap yang meliuk seperti layaknya bangunan klenteng. 

Menurut Arsitektur gaya bangunan tersebut merupakan 'Dutch-Chinese' gabungan antara desain keduanya. Hingga saat ini bangunan rumah tersebut masih terbilang original, lantaran masih berbentuk sama dengan awal mula bangunan itu dibuat, atapnyapun hampir seluruhnya menggunakan kayu jati dan masih di pertahankan hingga saat ini. Pintu, jendela semua kayu jati tua, dapat dilihat kayu jati di langit-langit rumah, itu kayu jati itu usianya berapa puluh tahun, ukurannya juga bukan main main panjangnya sampai 20 meter dan tanpa sambungan.

Tampak Dalam dengan ornamennya. Foto: Kegga

Jendela-jendela besar yang menghiasi rumah tersebut membuat sirkulasinya menjadi sangat baik, ditambah penempatan pintu masuk hingga pintu menuju halaman belakang yang sejajar membuat perputaran udara sangat baik.

Ada keunikan lain pada bangunan tersebut jendela itu lurus dari halaman depan sampai ke pekarangan belakang dan berakhir di sebuah tebing. Jadi sirkulasi udara sangat bagus.

Beredar cerita rumah tersebut pernah di sambangi oleh presiden pertama  Ir. Soekarno, konon sebelum menjadi presiden pertama Bung Karno pernah singah ke rumah unik tersebut, hal tersebut bukan sesuatu yang tidak mungkin.

Nah, begitu wargi Sumedang, apakah didaerah wargi ada bangunan menarik juga? Yuk kasih komentar.

Komentar

wave
  • John Doe

    Charmain

    May 04, 2022 21:40

    Ԍreetings! Very usefᥙl advice in this pɑrticular post! It is the lіttle changes which will make tһe biggest changes. Thanks a lot for sharing!

Tinggalkan Komentar

wave

Cari Artikel

<<<<<<< HEAD ======= >>>>>>> 22907a91d5212753ed2de3bbf69bb3b53a692828