Tentang Pangeran Rangga Gempol III dan Masa VOC

Pangeran Rangga Gempol III adalah bupati yang cerdas, lincah, loyal, berani dan perkasa. Pada masa pemerintahannya penuh dengan perjuangan dan patriotisme berkeinginan untuk mengembalikan kejayaan masa Sumedang Larang. Pangeran Rangga Gempol III/Kusumahdinata VI dikenal juga sebagai Pangeran Panembahan, gelar Panembahan diberikan oleh Susuhunan Amangkurat I Mataram karena atas bakti dan kesetiaannya kepada Mataram.

Kekuatan dan kekuasaan Pangeran Panembahan adalah paling besar di seluruh daerah yang dikuasai oleh Mataram di Jawa Barat berdasarkan pretensi Mataram tahun 1614. Pada masa Pangeran Panembahan pula di Sumedang dibuka areal persawahan sehingga waktu itu kebutuhan pangan rakyat tercukupi.

Pada tahun 1656 itu Rangga Gempol II menyerahkan jabatan jabatan tadi kepada puteranya Pangeran Rangga Gempol Kusumadinata III atau Rangga Gempol III. Pergantian jabatan ini berlangsung setelah Sultan Agung, sebagai Raja Mataram, meninggal dunia tahun 1645. Rangga Gempol III. Sepeninggal Sultan Agung, raja Mataram digantikan oleh puteranya, yaitu Sunan Amangkurat I. Sama dengan ayahnya, Amangkurat I juga merubah lagi tata pemerintahan di Priangan. Dia melakukan dua hal, pertama menghapus jabatan Bupati Wedana, dan kedua membentuk lagi 12 ajeg (atau setara dengan kabupaten).

Dengan dihapuskannya jabatan Bupati Wedana berarti kedudukan Bupati Sumedang menjadi sama dengan bupati-bupati lainnya. Dan lagi, dengan pembentukan 12 ajeg (kabupaten) tadi, wilayah pemerintahan dan kekuasaan Kabupaten Sumedang semakin bertambah kecil lagi. Kebijakan Amangkurat I ini diprotes oleh Rangga Gempol II dan akhirnya dia mengundurkan diri sebagai bupati. Dia menunjuk puteranya Rangga Gempol III sebagai penggantinya.
Sebagai imbalan atas dihapuskannya jabatan Bupati Wedana Priangan dari Rangga Gempol III, Sunan Amangkurat I memberi gelar Panembahan kepada Rangga Gempol III.

Rangga Gempol III menolak dan lebih suka menyebut dirinya sebagai Pangeran Dipati Rangga Gempol Sumedang. Ada juga sumber yang menyebutkan bahwa Rangga Gempol III menerima gelar panembahan itu dari Mataram sehingga namanya menjadi Pangeran Panembahan Kusumadinata. Sebagai catatan, masa jabatan bupati Pangeran Panembahan tercatat paling lama dari semua Bupati Sumedang. Dia menjabat selama 50 tahun semasa periode 1656-1706.

Kekuasaan Kerajaan Mataram terus melemah dan puncaknya terjadi pada tahun 1677 akibat pertikaian dalam keraton dan serangan dari luar. Pada masa ini, Sunan Amangkurat I bertikai dengan saudaranya, Pangeran Puger, hanya karena masalah tahta kerajaan. Bersamaan ini pula, Raden Trunajaya (anak Raja Madura) mulai menyerang Mataram yang dibantu Kraeng Galesung, anak dari Raja Makassar.

Menghadapi kondisi dan situasi seperti ini, Sunan Amangkurat I lalu meminta bantuan dan kerjasama dengan pihak Belanda yang pada masa itu adalah diwakili oleh serikat dagang Belanda, yaitu VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) atau perusahaan dagang kompeni di Hindia Timur (Indonesia).

Sayangnya, dalam kerjasama ini pihak Belanda lebih diuntungkan, dan merugikan Mataram. Sehingga kemudian Mataram mulai berada di bawah pengaruh Belanda. Yang lebih fatal lagi adalah, sejumlah daerah kekuasaan Mataram, termasuk Priangan, ikut jatuh ke tangan kompeni. Dalam draft perjanjian yang dibawa oleh James Cooper pada Maret 1677 itu, secara ringkas adalah: Pertama, Mataram harus menjual beras kepada Kompeni (VOC) dengan harga pasar; Kedua, segala biaya perang harus ditanggung Mataram, dan Ketiga: batas sebelah barat daerah yang harus diserahkan kepada Kompeni adalah Cipunagara.

Semua usulan kompeni atau VOC itu disetujui oleh Sunan Amangkurat I kecuali usulan ketiga. Menurut Amangkurat I, daerah-daerah antara Cisadane dan Cipunagara terdapat wilayah milik Pangeran Panembahan, yaitu antara Citarum dan Cipunagara. Dengan demikian, daerah diserahkan kepada kompeni hanya antara Cisadane dan Citarum.

Cita-cita Pangeran Panembahan untuk menguasai kembali bekas wilayah kerajaan Sumedang Larang bukan perkara yang mudah karena beberapa daerah sudah merupakan wilayah dari Banten, Cirebon, Mataram dan VOC. Sebagai sasaran penaklukan kembali adalah pantai utara Jawa seperti Karawang, Ciasem, Pamanukan dan Indramayu yang merupakan kekuasaan dari Mataram.

Pangeran Panembahan meminta bantuan kepada Banten karena waktu itu Banten sedang konflik dengan Mataram tetapi setelah dipertimbangkan langkah tersebut kurang bijaksana karena masalah Raden Suriadiwangsa II, sedangkan permohonan bantuan Pangeran Panembahan tersebut diterima dengan baik oleh Banten dan mengajak Sumedang untuk berpihak kepada Banten dalam menghadapi VOC dan Mataram. Ajakan dari Banten tersebut ditolak oleh Pangeran Panembahan dan menyadari sepenuhnya Sultan Agung akan menyerang Sumedang, yang akhirnya Banten menyerang Sumedang.

Oleh karena itu Pangeran Panembahan mengirim surat kepada VOC pada tanggal 25 Oktober 1677 yang isinya memohon kepada VOC menutup muara sungai Cipamanukan dan pantai utara untuk mencegat pasukan Banten sedangkan penjagaan di darat ditangani oleh Sumedang. Sebagai imbalan VOC diberi daerah antara Batavia dan Indramayu, sebenarnya daerah tersebut sudah diberikan oleh Mataram kepada VOC berdasarkan kontrak tahun 1677 kenyataannya Sumedang tidak memberikan apa-apa kepada VOC.

Sebenarnya dalam perjanjian kontrak antara Mataram dengan VOC pada 25 Februari 1677 dan 20 Oktober 1677 yang diuntungkan adalah Sumedang karena secara tidak langsung VOC akan menempatkan pasukan untuk menjaga wilayahnya dan akan menghambat pasukan Banten untuk menyerang Sumedang sehingga Pangeran Panembahan dapat memperkuat kedudukan dan pertahanannya di Sumedang.

Meskipun demikian VOC bersedia membantu Sumedang dan Kecerdikan Pangeran Panembahan tidak disadari oleh VOC dan VOC menganggap Sumedang sebagai kerajaan yang berdaulat dan merdeka. Pangeran Panembahan juga mengadakan hubungan dengan Kepala Batulajang (sebelah selatan Cianjur) Rangga Gajah Palembang merupakan cucu Dipati Ukur.

Kita sambung lagi yah, nanti.

Sumber: Buku Sumedang Heritage

Komentar

wave

Belum ada komentar.

Tinggalkan Komentar

wave

Cari Artikel