Mereka segera menduduki Subang dan menguasai lapangan terbang Kalijati pada 3 Maret 1942. Pasukan Jepang yang mendarat di Banten kemudian bergerak ke arah timur menuju Serang, Tangerang, Rangkasbitung dan memasuki Bogor. Sementara itu Jakarta sudah dikuasai Jepang, dan melanjutkan pendudukan ke daerah Karawang. Setelah menguasai Subang dan Kalijati, para Serdadu Dai Nippon itu menyerang Ciater yang dijaga Belanda, tapi tidak bertahan lama. Dari Ciater, tentara Belanda mundur ke Lembang, tapi Lembang pun akhirnya diduduki Jepang pada 7 Maret 1942. Selanjutnya Jepang bersiap-siap menyerbu Kota Bandung. Posisi pertahanan Belanda yang semakin lemah, mulai disadari Panglima Angkatan Darat Belanda Letnan Jenderal Ter Poorten dan Gubernur Jenderal Hindia Belanda (waktu itu) Tjarda van Starkenborgh Stachouwer yang sedang bersiaga di Bandung. Sehari sebelumnya, pada 6 Maret 1942, Letnan Jenderal Ter Poorten memerintahkan kepada Komandan Pertahanan di Bandung yaitu Mayor Jenderal JJ Pesman, agar tidak terjadi pertempuran di kota itu karena banyaknya anggota keluarga dan para petinggi Belanda sedang berada di kota “Paris van Java” itu.
Belanda mengambil langkah untuk berunding dengan Jepang daripada terjadi pertempuran. Telebih lagi harus menyelamatkan penyerahan pasukan Belanda yang berada di front pertahanan utara-selatan melalui Purwakarta dan Sumedang. Sementara itu pertempuran melawan Jepang terus terjadi dimana mana, di sekitar Jakarta. Melihat kondisi ini, Belanda minta gencatan senjata. Pada 7 Maret 1942, Mayor Jenderal Pesman mengirim kurir ke Lembang menemui Kolonel Syoji untuk melakukan gencatan senjata. Dalam pada itu, Jenderal Imamura yang telah dihubungi Kolonel Syoji balik meminta kepada Kolonel Syoji (yang mendapat tugas merebut Kota Bandung), menghubungi Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Penguasa militer Jepang meminta agar Gubernur Jenderal Tjarda segera datang ke Subang pada 8 Maret 1942 untuk berunding. Tetapi Letnan Jenderal Ten Poorten sampaikan usul kepada Gubernur Jenderal Tjarda untuk menolak permintaan militer Jepang itu. Karena ditolak, Jenderal Imamura mengeluarkan ultimatum kepada Belanda bahwa, apabila pada tanggal 8 Maret 1942, jam 10 pagi, para petinggi Belanda itu tidak datang ke Kalijati, Subang, maka Kota Bandung akan dibombardir sampai hancur. Sambil menunggu jawaban Belanda, sejumlah pesawat tempur Jepang terbang berputar-putar di atas Kota Bandung dan siap sedia melakukan serangan. Ancaman Jepang nampaknya tidak main-main. Akibat ultimatum ini, Gubernur Jenderal Tjarda dan Letnan Jenderal Ten Poorten berserta sejumlah petinggi Belanda lainnya, segera berangkat ke Kalijati. Pada rundingan awal, Letnan Jenderal Ten Poorten hanya bersedia menyerahkan Bandung saja, tidak daerah lainnya. Hal ini ditolak oleh Jenderal Imamura dan mengancam akan melaksanakan ultimatumnya. Desakan Jepang tidak dapat ditawar tawar lagi. Dalam perundingan itu, Letnan Jenderal Ter Poorten dan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda akhirnya terpaksa menyerahkan seluruh wilayah kekuasaan Belanda kepada Jepang tanpa syarat. Penyerahan kekuasaan itu dilakasanakan pada 8 Maret 1942 pukul 10.00 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda van Starkenborgh kepada Jenderal Hitoshi Imamura yang berlangsung di Kalijati, Subang. Pagi esoknya, sekitar pukul 08.00 melalui Radio Bandung, Letnan Jenderal Ter Poorten memerintahkan kepada seluruh pasukannya untuk menghentikan permusuhan dengan pihak Jepang. Dengan penyerahan ini maka berakhirlah penjajahan Belanda di Indonesia. Namun bersamaan dengan peristiwa ini, Indonesia berada di bawah kekuasaan militer Jepang. Kota Sumedang akhirnya juga dikuasai pasukan Jepang, setelah menerobos pertahanan Belanda di sepanjang jalan Bandung-Tanjungsari hingga memasuki Kota Sumedang. Kota Sumedang berhasil direbut Jepang dari pasukan Belanda, dengan taktik menerobos hutan dan pegunungan sehingga posisi pasukan Jepang berada di belakang pertahanan Belanda.
Belum ada komentar.