Pangeran Kornel, Dalam Sebuah Novel Karya R. Memed Sastrahadiprawira

Author inimahsumedang • Kilas Balik • September 19, 2022

Novel Pangéran Kornél karya R. Memed Sastrahadiprawira merupakan novel yang tergolong ke dalam novel sejarah. Novel ini menceritakan tentang perjalanan hidup Raden Jamu atau yang dikenal dengan sebutan Pangeran Kornel, dari masa kecil hingga dia diangkat menjadi bupati di Kabupaten Sumedang. 

Novel terbitan Rahmat Cijulang tahun 1986 ini, berjumlah 184 halaman dengan ukuran seperti buku saku. Novel ini pun masih menggunakan bahasa Sunda. Tema yang diangkat dalam novel ini yaitu berkaitan dengan kehidupan sosial dan kepemimpinan, yang menceritakan tentang kehidupan Pangeran Kornel dari masa kecil hingga dia diangkat menjadi seorang bupati yang sangat berpengaruh dalam kepemimpinannya di Kabupaten Sumedang.

Tema tersebut dapat terlihat dari beberapa poin dan konflik yang membangun cerita, meliputi; politik kepemimpinan, pendidikan kepemimpinan, relasi dan hubungan kenegaraan, percintaan, kejahatan yang tidak akan kekal, suksesi kepemimpinan yang salah, dan kebenaran akan selalu menang.

Dalam novel tersebut diceritakan bahwa semasa kecilnya Raden Jamu sudah hidup mandiri, ayahnya yang bernama Pangeran Adipati Surianagara telah meninggal dunia waktu Raden Jamu masih kecil, sehingga kekuasaan kabupaten tidak diberikan kepada Raden Jamu, namun untuk sementara digantikan terlebih dahulu oleh pamannya (adik ayahnya).

Lalu dilanjutkan lagi oleh bupati dari Parakanmuncang hingga Raden Jamu tumbuh dewasa, tapi janji dari Bupati Parakanmuncang tersebut tidak ditepati, bahkan Pangeran Kornel difitnah oleh demang kepercayaan bupati tersebut, hingga akhirnya Pangeran Kornel pergi berkelana ke Limbangan dan ke Cianjur untuk menemui Bupati Cianjur, karena kegigihan dan ketekunannya, Raden Jamu dipercaya oleh Bupati Cianjur dan diangkat menjadi Kepala Cutak Cikalong.

Diceritakan di Sumedang, bupati yang memegang kekuasaan tersebut terhasut oleh Demang Dongkol. Demang Dongkol merupakan orang licik yang memanfaatkan kekuasaan Bupati Parakanmuncang, tapi Demang Dongkol akhirnya mati terbunuh, dan bupati yang berasal dari Parakanmuncang itu diturunkan kekuasaannya oleh pemerintah Hindia Belanda dan Raden Jamu diangkat menjadi bupati di Sumedang berkat bantuan Raden Aria Wiratanudatar (Bupati Cianjur), dan sejak saat itu Kabupaten Sumedang menjadi salah satu kabupaten yang berkuasa dan maju. 

Sejak Raden Jamu diangkat menjadi bupati, terdapat beberapa permasalahan yang menimpa dirinya dan pemerintahannya, dari mulai masalah pembangunan Jalan Cadas Pangeran, pengusiran dan perlawanan perompak, dan lain-lain. Akhir dari ceritanya, Pangeran Kornel dikenang menjadi bupati yang berpengaruh di Kabupaten Sumedang dan wafat pada tanggal 29 Juli 1828.

Gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang dapat diklasifikasikan berdasarkan ragam bahasanya; ragam bahasa menak Sunda, ragam bahasa abdi dalem, ragam bahasa bangsa Kolonial, ragam bahasa para Kiai, ragam bahasa cacah/rakyat. 

Namun secara umum gaya bahasa yang terdapat dalam novel ini meliputi gaya bahasa litotes, gaya bahasa pleonasme, gaya bahasa metafora, gaya bahasa alegori, gaya bahasa perifrase/perifrastis, dan gaya bahasa hiperbola. 

Pangeran Kornel merupakan tokoh bupati yang sangat berpengaruh di wilayah  Kabupaten Sumedang, sehingga namanya bukan saja terukir dalam catatan sejarah, tetapi juga diabadikan dalam karya sastra. Hal tersebut terjadi di samping untuk memberikan rasa hormat atas kebesaran namanya, juga untuk mengenang dan memperkenalkan jiwa patriotismenya kepada generasi berikutnya. 

Dalam perspektif sastra, Pangeran Kornel pernah diceritakan dalam bentuk novel, yang berjudul Pangéran Kornél karya R. Memed Sastrahadiprawira, Novel tersebut memiliki struktur yang lengkap, mulai dari tema, fakta cerita, dan sarana sastranya. 

Untuk wargi Sumedang yang penasaran ingin membacanya, bisa datang saja langsung ke Panti Baca Ceria di Jl. Kartini No.28 Regol Wetan, Sumedang Selatan. Karena cerita dari perspektif novel tersebut seru loh.