Mengenal Tritangtu Pada Tradisi Masyarakat Petani di Tanah Sunda

Sawah dimaknai sebagai lahan untuk mengelola dan memelihara pertanian sebagai sumber kehidupan. Sawah tatanannya terdiri dari beberapa unsur alami, yakni unsur tanah, unsur air, unsur angin dan unsur api. Unsur-unsur tersebut seperti halnya unsur-unsur jasmaniah yang menyelubungi hidup manusia, di samping unsur rohani. Empat unsur tersebut menyimbolkan badan manusia yang terdiri dari empat zat dalam bahasa Arab yakni adanya narun (unsur api ), hawa’aun (unsur angin), turobun (unsur tanah), dan ma’un (unsur air).

Mengelola sawah analog dengan pendayagunaan ke empat unsur hidup tersebut, yang dilanjutkan pada proses pembibitan, penanaman benih padi serta pemotongan padi besar ketika datang musim panen. Pengelolaan sawah hakikatnya sebagai pelaksanaan proses perkawinan atau penyatuan antara Langit dan Bumi yang paradoks (bertentangan).

Perkawinan itu menyatu dengan ruang gerak manusia di muka bumi menjadi daya kehidupan. Di tanah Sunda, masyarakat melihat langit itu simbol dari air, basah (simbol perempuan, kesuburan), dan bumi itu kering (simbol laki-laki, tanah). Sehingga untuk terjadinya kesuburan di mana tanaman padi bisa tumbuh, keberadaan langit dan bumi itu harus dikawinkan guna mencapai harmonisasi. 

Tritangtunya itu yakni kesatuan antara langit dan bumi, yang membentuk kehidupan, itulah harmonis hurip dalam Dunia Panca Tengah (realitas manusia). Dengan demikian, keadaan dan realitas alam lingkungan disekitarnya masrakat ladang itu kemudian membentuk cara pandang pikirannya. Cara berpikir dalam kepercayaan masyarakat ladang, bahwa suatu keberadaan hidup itu awalnya bersifat dualistik. Semua hal yang dualistik tersebut saling bertentangan satu sama lain, saling beroposisi. 

Oleh karena saling bertentangan, kemungkinan konflik yang berujung kemusnahan bisa terjadi. Sehingga untuk itu, diperlukan medium yang mengharmonisasikan keduanya. Harmoni itu merupakan integrasi antara dua alamat dualistik, sehingga memunculkan “alamat yang ketiga”. Dengan demikian, pemikiran dualistik menjelma menjadi pemikiran tritunggal.

Nanti akan mimin sambung lagi yah wargi Sumedang.

Halaman Sebelumnya

Komentar

wave
  • John Doe

    Novella

    Sep 24, 2023 14:01

    Very nice post. I just ѕtumblеd upon your blog and wіshed to say that I've really enjoyed browsing your blog posts. After all I'ⅼⅼ be subscribing to your feed and I hօpe you write again very soߋn!

Tinggalkan Komentar

wave

Cari Artikel

<<<<<<< HEAD ======= >>>>>>> 22907a91d5212753ed2de3bbf69bb3b53a692828