Ketika Jepang mulai terdesak pada Perang Asia Timur Raya dan beberapa armada laut Jepang dihancurkan oleh Sekutu, kekuatan militer mereka mulai terdesak. Pada Mei 1942 militer Jepang, melemah, hal ini mendorong Jepang di Indonesia melakukan berbagai cara untuk menarik simpati.
Langkah ini dimaksudkan untuk menarik rakyat agar kelak bersedia membantu militer Jepang dalam menghadapi tentara Sekutu. Cara itu antara lain dengan membentuk berbagai organisasi yang dibentuk tentara Jepang bersama pemuda dan rakyat Indonesia.
Di antara organisasi tersebut adalah Seinendan, yaitu semacam organisasi serbaguna yang dibentuk pada 9 Maret 1943 di setiap kota dan kabupaten. Setiap bupati atau walikota menjadi penanggungjawab organisasi ini.
Ketika dibentuk di Sumedang, bupati (kenco) saat itu adalah Tumenggung Aria Soeria Koesoemah Adinata. Juga dibentuk organisasi lain seperti Keibodan (yang membantu tugas polisi) mulai dari kota hingga ke desa-desa, Jepang juga membentuk barisan pemuda dengan latihan militer yaitu Heiho, yang menjadi bagian tentara Jepang.
Selain itu ada lagi barisan pemuda yang disebut PETA (Pembela Tanah Air) dan juga dibentuk di Sumedang. Barisan ini melatih para pemuda secara militer yang dipersiapkan membantu pasukan Jepang di medan perang.
Selain organisasi militer, Jepang juga membentuk organisasi warga sipil hingga ke pelosok desa. Pada tingkat RT (rukun tetangga) dibentuk Tonarigumi yang anggotanya sekitar 25 keluarga. Pada tingkat yang lebih tinggi, tingkat RK (Rukun Kampung) dibentuk Azajokai, kira-kira semacam organisasi RW sekarang ini. Azajokai dipimpin oleh seorang Azaco (Kepala Kampung).
Halaman Selanjutnya
Belum ada komentar.