Di Balik Keseruan Lagu Ayang-ayang Gung yang Mengisahkan Tentang Penguasa

Kawih atau lagu Ayang-ayang Gung adalah kakawihan dari permainan anak-anak yang tersebar di seluruh daerah di Jawa Barat. Wargi Sumedang juga pasti tahu juga dong, apalagi anak tahun 90-an ke bawah pasti tahu banget, sebelum marakmya gadget pada masa kini.
“ Ajang-ajang goeng – goeng,
goeng goongna ramè – mè,
mènak Ki Mas Tanoe – noe
noe djadi Wadana – na
naha mana kitoe – toe
toekang olo olo – lo
loba anoe giroek – roek
roeket ka koempeni – ni
niat djadi pangkat – kat
katon kagorèngan – ngan
ngantos Kandjeng Dalem – lem
lempa lempi lempong,
ngadoe pipi djeung noe ompong.
Teks Ayang-ayang gung versi Poeradiredja, dalam Moriyama (2013).
Lagu tersebut sebagai pengiring permainan ucing peungpeun yang berarti “kucing yang ditutup matanya”. Dilihat dari isinya, lagu ini memuat kritik sosial pada masa penjajahan kolonial Hindia Belanda di Indonesia.
Dari berbagai sumber, pencipta lagu Ayang-ayang Gung kemungkinan besar adalah Raden Hadji Moehamad Moesa, seorang penulis, sastrawan, ulama, sekaligus tokoh masyarakat Sunda pada abad ke-19. Raden Hadji Moehamad Moesa yang lahir tahun 1822 dan wafat pada 1886 juga telah menghasilkan berbagai karya lainnya.
Cara memainkan permainannya adalah anak-anak yang kira-kira berjumlah 10 orang, lalu membuat Iingkaran dengan jalan saling berpegangan tangan. Sedangkan yang 1 orang anak yang menjadi kucing, ditutup matanya dan ditempatkan di tengah-tengah lingkaran.
Anak-anak lainnya yang berpegangan tangan tersebut berjalan mengelilingi seorang anak yang menjadi kucing sambil menyanyikan Iagu atau kakawihan ayang-ayang gung.
Sedangkan yang menjadi kucing dengan matanya yang ditutup menanti selesainya lagu yang dinyanyikan bersama oleh calon-calon mangsanya. Di sini, anak yang menjadi kucing benar-benar mendengar suara-suara calon mangsanya, untuk kemudian diterkanya.
Di balik keseruan permainan dan lagu Ayang Ayang Gung tersebut, usut punya usut makna dari lagu tersebut mempunyai sejarah pada masa lalu, setiap kalimat dalam lirik lagu Ayang-ayang Gung memiliki filosofi tersendiri sehingga menyiratkan pesan atau nasihat bahkan kritik sosial.
Secara lebih ringkas, Iis Siti Sopiah melalui penelitian bertajuk “Nilai Etika dalam Kumpulan Lagu Kaulinan Barudak di Daerah Sunda” yang terhimpun dalam jurnal Diksatrasia (2017) merumuskan makna lagu Ayang-ayang Gung sebagai berikut:
Lagu Ayang-ayang Gung bermakna tentang ketidaksukaan masyarakat Sunda kepada seorang pegawai pemerintahan yang bernama Ki Mas Tanu karena ia adalah seseorang yang menghalalkan segala cara demi kepentingannya sendiri.
Nilai yang terkandung dalam lagu Ayang-ayang Gung menurut IIs Siti Sopiah adalah bahwa manusia tidak boleh seperti Ki Mas Tanu. Seorang pegawai pemerintah harus menjalankan tugas dengan baik demi kepentingan rakyat.
Kategori
-
370
-
152
-
132
-
98
-
112