Literasi Spiritual dalam Sisdiknas Menurut Kepala Pendidikan Kabupaten Sumedang

Ilmu pengetahuan dan teknologi (science and technologi) tidak saja dianggap gagal dalam menyelesaikan berbagai persoalan hidup manusia, namun juga menambah persoalan-persoalan baru dalam bentuk hilangnya pegangan moral dan orientasi makna hidup (the meaning of life).
Aturan dan norma yang tidak lagi diindahkan, ternyata menjadikan manusia sebagai makhluk yang telah kehilangan arah tanpa pegangan, ibarat kapal kemudian diombang ambingkan oleh ganasnya ombak kehidupan. Hubungan antar personal hanya dinilai dengan material, sehingga hubungan sosial kemasyarakatan menjadi gersang dan kering kerontang karena kehilangan seni, rasa persaudaraan dan kasih sayang. Akibatnya manusia banyak mengalami kegalauan dan kesemrawutan hidup, sehingga hidup seakan-akan sendiri di tengah keramaian dan mengalami keterasingan (alienasi) di tengah masyarakatnya sendiri.
Hal inilah, melatarbelakangi sekaligus mencermati kekhawatiran generasi bangsa, melalui enguatan literasi spiritual. Pengarusutamaan literasi spiritual dalam tubuh pendidikan sudah menjadi amanat UUD 1945 yang termaktub di dalam dua pasal sekaligus. Pertama, pada pasal 31 ayat 3 (1945, 2002, p. 155), yang menyebutkan bahwa: “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”
Payung hukum kedua untuk pengarusutamaan literasi spiritual di dalam pendidikan tertuang pada pasal 31 ayat 5, yang menyebutkan bahwa: “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”
Dua janji negara yang harus tertunai tersebut menjadi bukti riil bahwa di Indonesia, adalah suatu kewajiban bagi lembaga penyelenggara pendidikan baik negeri maupun swasta untuk dapat membangun alur pembelajaran yang dapat melahirkan manusia-manusia yang melek literasi spiritual maupun intelektual sekaligus dalam satu waktu yang nyaris bersamaan.
Model konseptual dalam kaitannya dengan pengembangan spiritual meyakini bahwa perkembangan spiritual merupakan bagian utuh dari rangkaian keterlaksanaan proses yang interaktif dan dinamis, meliputi kesadaran dan pencerahan, rasa saling berhubungan, dan cara hidup dari seseorang. Adapun dimensi lainnya yang disarankan dalam pengembangan spiritualitas yang idealis adalah dimensi fisik, emosional, dan sosial.
Alur aktivitas tersebut merupakan desain kurikulum terstruktur di lingkungan sekolah yang membawa peserta didik pada pemaknaan dan pemahaman terhadap apa yang dijadikan jalan hidupnya di kemudian hari (way of life) sehingga peserta didik dituntut untuk tahu bagaimana fungsi aplikatif dari ilmu yang didapatkannya dan bagaimana menggunakannya dengan cara yang bijaksana di kemudian hari.
Menjalankan pembelajaran bermakna sudah menjadi kewajiban setiap sekolah dalam rangka mencerdaskan anak bangsa yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Pembelajaran di sekolah dapat menjadi jembatan dalam mengantarkan siswa menuju penjelajahan literasi spiritual yang lebih luas dan mendalam.
Dengan sistem pembelajaran yang holistik dan integratif, pembelajaran di sekolah dapat menjadi katalisator penguasaan literasi spiritual siswa, terutama siswa pendidikan dasar. Sekolah harus mendukung penuh, dalam hal internalisasi nilai-nilai spiritual dalam pembelajaran yang dialami siswa.
Literasi Spiritual dalam konteks ini adalah mengajar Ilmu pengetahuan dengan pendekatan agama di sekolah. Pendekatan keagamaan merupakan media yang dapat digunakan untuk menghaluskan hati, moral, karakater dan perilaku manusia. Pendekatan keagaman dalam pembelajaran saat ini harus selaras dengan perkembangan peradaban manusia. Untuk itu, dibutuhkan upaya strategis kaitannya dalam menyikapi degradasi moral peserta didik.
Dari sinilah pembelajaran berbasis literasi spiritual tidak hanya sekadar mentransfer ilmu pengetahuan maupun mengasah keterampilan peserta didik condong terhadap konsepsi sistem yang dibangun atas dasar pondasi keyakinan (iman) dan kesalehan, sebuah sistem yang memiliki relevansi terhadap ketuhanan.
Melalui pembelajaran pendekatan keagamaan inilah kecerdasan spiritual seseorang dapat berkembang. Jika kecerdasan spiritual dapat berkembang dengan baik maka kecerdasan emosional dan kecerdasan intelegensi pun akan mengikuti. Artinya kecerdasan spiritual menjadi kunci jawaban yang dapat menjadi banteng bagi peserta didik kaitanya dalam mengendalikan semua aspek kehidupan.
Dari sini maka pendidikan memiliki peran penting terhadap peningkatan kulaitas pembelajaran yang mengutamakan nilai-nilai spiritual yang direpresentasikan melalui pembelajaran berkualitas dengan harapan terciptanya sumber daya manusia yang unggul dan berkarakter.
Sebagai Kitab Suci yang berisi petunjuk bagi kehidupan manusia, Al-Qur′an al-Karim memberi perhatian kepada seluruh aspek kehidupan manusia. Ia menghendaki agar dalam kehidupannya manusia memiliki tujuan hidup yang benar, yang dengan itu sikap, perbuatan, dan interaksi-interaksi mereka menjadi benar pula. Untuk itu, Al-Qur′an pertama-tama menegaskan konsep bahwa seluruh yang ada di alam semesta ini, tak terkecuali manusia, adalah makhluk ciptaan Allah subhānahū wa ta‘ālā.
Dengan demikian, segala sesuatu diciptakan Allah dengan tugas dan tujuan tertentu. Tugas manusia adalah beribadah kepada Allah, yakni menjadikan segala sesuatu yang diperbuat, dilakukan bahkan dikatakan serta difikirkan menjadikannya Alloh Subahanahu wata’ala sebagai tujuan hidupnya., dan tujuannya adalah mendapat ridaNya, yang dengan semua itu dia dapat hidup bahagia di dunia dan selamat di akhirat.
Literasi pada prinsip[nya dikembalikan terhadap ketetapan Alloh sebagaimana firman-Nya :
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا
Artinya ; Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak kauketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya (Al-Isra:36)
Ditulis oleh: Dr. Dian Sukmara, M.Pd
Pada Seminar PERUBAHAN PARADIGMA Membangun Budaya Literasi Sekolah di Era Digital.
Kategori
-
370
-
152
-
132
-
98
-
112