Sekilas Tentang Larangan Menyebut “Ucing” di Cipancar

Author inimahsumedang • Budaya • July 6, 2022

Sumedang, kental sekali akan nilai kebudayaannya, salah satunya foklor yang secara lisan turun temurun dari pendahulu. Ada beberapa tempat seperti hutan larangan, sirah cai (mata air) yang kerap menjadikan sebuah pamali jika memasuki wliayah tersebut. Tujuannya sih, untuk menjaga keasriannya. 

Tentunya pernah mendengar kata pamali kan wargi Sumedang? Kata tersebut, kerap disebutkan terutama oleh orang tua kita dengan maksud melarang agar tidak dilakukan. Nah, ada juga pamali yang secara lisan turun temurun dibeberapa tempat di Sumedang nih, yuk simak!

Pamali sangat populer sekali di masyarakat Indonesia ini, apalagi di tanah Sunda. Pamali, memiliki artian larangan atau pantangan turun temurun. Pamali juga kerap dikaitkan dengan hal-hal mitos yang ada di lingkungan sekitar. Wah, Makin Tahu Indonesia aja yah wargi Sumedang!

Tentunya wargi Sumedang sudah pada tahu dong tentang pamali atau larangan menyebutnkata “ucing” di Desa Cipancar Kecamatan Sumedang Selatan. Masyarakat setempat, mengganti kata “ucing” (dalam bahasa indonesia kucing) dengan kata lain yaitu “enyeng”. 

Hal tabu tersebut sudah berlaku lama sekali, jadi masyarakat setempat sudah terbiasa, dari mulai anak kecil hingga generasi tua menyebut kata ucing dengan enyeng. Namun dengan adanya perkembangan zaman adat kebiasaan meskipun intinya/isinya tidak berubah seperti apa yang diwariskan oleh para leluhur.

Tetapi dapat saja bentuknya mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman, perubahan itu dapat terjadi akaibat munculnya nilai-nilai baru yang mempengaruhinya. Itu semua tergantung pada masyarakat, bagaimana tanggapan masyarakat dengan adanya nilai-nilai baru.

Tentunya pada penasaran dong, kenapa larangan tersebut bisa ada hingga sekarang. Nah, menurut beberapa masyarakat di sana konon katanya, kenapa masyarakat tidak boleh menyebut kata ucing di sana, karena menghormati leluhur di sana yang bernama Mbah Dalem Prabu Madu Ucing.

Untuk menghormati karuhun tersebut, maka masyarakat Cipancar tidak berani menyebut nama ucing melainkan enyeng. Mbah Dalem Prabu Madu Ucing / Istihilah Kusumah / Sutra Umbar yang memegang ajaran jati sunda, yang di bawa dari kerajaan Padjajaran sebelum di Islamkan oleh Pangeran Geusan Ulun.

Setelah Mbah Dalem Prabu Madu Ucing / Istihilah Kusumah / Sutra Umbar masuk Islam pada tahun 1573 M. Kemudian tinggal di Daerah Cipancar dan diganti namanya dengan nama Mbah Dalem Sutra Ngumbar Tajur. Kemudian lebih dikenal dengan sebutan Embah Tajur, dan menjadi murid Geusan Ulun dalam mengembangkan konsep-konsep keagamaan Sunda Jawa Pajang.

Ketentuan itu telah diakui oleh seluruh elemen masyarakat Cipancar baik orang tua samapai anak kecil, semuanya meyakini bahwa hal itu memang dilarang untuk diucapkan. Bahkan masyarakat Sumedang pun mengakui akan adanya hal itu.

Hal yang dilarang atau pamali di daerah tersebut, yang sudah dilakukan atau dipercayai oleh masyarakat setempat, kita bisa menghargainya. Akan tetapi, kebenaran terkait kepercayaan tersebut bisa dikembalikan lagi kepada kepercayaan wargi masing-masing, karena ada beberapa hal yang hanya dianggap mitos. Meskipun demikian, di luar konteks mitos bisa dikatakan bahwa laranganan tersebut sebenarnya memiliki tujuan untuk kebaikan bernilai positif. 
 
Nah, wargi Sumedang bisa sebutkan nih ke mimin, jika ada yang kurang, di daerah mana lagi nih yang ada secara lisan sebuah pamali, khususnya di daerah Sumedang. Ayo komen di bawah yah!