Mengenal Literasi Al-Qur’an

Proyek pembukuan al-Quran dimulai pada masa khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq, berdasar atas usulan dari Umar bin Khattab.
Umar bin Khattab merasa khawatir al-Quran akan hilang dari kaum muslimin, mengingat banyaknya korban peperangan terutama saat perang Yamamah, perang melawan nabi palsu Musailimah Alkazab.
Usul Umar ini kemudian ditindak lanjuti sang khalifah dengan memanggil Zaid bin Tsabit, beliau merupakan sekretaris pribadi Rasulullah Saw. beliau bertugas untuk mengumpulkan tulisan-tulisan ayat al-Quran yang ada di para sahabat lain.
Tulisan-tulisan tersebut tercecer di pelepah-pelepah kurma, kulit binatang, tulang dan daun palem. Tulisan pada bahan-bahan ini dibuat dengan menggunakan tinta yang dibuat dari campuran air dan zat warna, yang biasanya terbuat dari bahan organik atau mineral seperti hitam arang, kunyit, atau belerang.
Kemudian, pada masa penyebaran Islam ke daerah-daerah yang jauh dari Arab, seperti ke Persia, Turki, dan India, mulai muncul penggunaan kertas sebagai media penulisan al-Quran. Kertas pertama kali diperkenalkan di Timur Tengah pada abad ke-8 Masehi, dan sejak itu, kertas menjadi media penulisan al-Quran yang dominan hingga saat ini.
Setelah Zaid bin Tsabit menyelesaikan tugasnya kemudian mushaf itu ada di tangan Abu Bakr sampai beliau wafat, kemudian dipegang khalifah selanjutnya Umar bin Khattab. Setelah Umar wafat, mushaf tersebut dipegang oleh putrinya sekaligus ummul mukminin Hafsah binti Umar bin Khattab.
Sampailah ke zaman khalifah Utsman bin Affan, saat kaum muslimin sudah tersebar luas keluar jazirah Arab, masuk ke rumah-rumah ‘ajamiy (non Arab) yang sangat dimungkinkan sekali akan terjadinya distorsi makna dalam al-Quran.
Lantas Huzaifah al-Yamani menemukan di antara kaum muslimin ada yang saling berbangga-bangga dengan bacaan Qurannya. Atas dasar beberapa laporan dari para sahabat tersebut Utsman bin Affan berencana untuk menyeragamkan bacaan Quran kaum muslimin.
Kemudian khalifah Utsman memanggil kembali Zaid bin Tsabit dan membentuk tim penyusun mushaf Usmani. Tim tersebut terdiri dari Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam. Mereka semua bertugas mengumpulkan dan menyalin tulisan-tulisan ayat al-Quran yang dimiliki para sahabat.
Berkata Utsman bin Affan “ Apabila kalian berselisih dengan Zaid bin Tsabit dalam satu bagian dari Al Quran maka tulislah itu dengan bahasa Quraisy, karena al Quran itu hanyalah diturunkan dengan bahasa mereka” demikian Imam Bukhari bercerita.
Awal Mula Tanda Baca
40 tahun berlalu dari zaman rasulullah, Islam semakin tersebar luas keluar jazirah Arab bahkan sampai menyeberang ke benua Eropa di masa kejayaan dinasti Umayyah.
Distorsi bacaan al-Quran semakin menghawatirkan. Penting diketahui bahwasanya bahasa al-Quran sejak zaman nabi tertulis tanpa tanda baca. Jangankan harakat, titik-koma pun tak ada.
Karena kemahiran orang Arab dalam berbahasa, sehingga pengetahuan dalam membaca tidak diperlukan lagi.
Berbeda saat Islam telah menyebar luas, orang-orang non Arab sangat kesulitan jika harus membaca al-Quran tanpa tanda baca. Dan cenderung rentan kesalahan baca.
Adalah Abu al-Aswad ad-Duali, salah seorang sahabat sekaligus pakar bahasa Arab. Ditunjuk oleh penguasa Basrah untuk membuat cara mudah membaca al-Quran bagi non Arab supaya tidak keliru dalam membacanya yang mengakibatkan keliru pula maknanya.
Namun apa yang dirintis oleh Ad-Duali masih sangat sederhana, hanya memberi tanda titik saja. Titik di atas pertanda fatah, titik di bawah pertanda kasrah titik di depan pertanda dhammah.
Kemudian Nashr bin Ashim Al Laittsi, di bawah perintah Al Hajaj bin Yusuf, Sang Gubernur Irak dan Khurasan. Memberi titik di atas dan di bawah huruf sebagai pembeda pada setiap abjadnya. Di beberapa huruf hijaiyyah seperti ب، ت، ن، ج، خ dan seterusnya.
Selanjutnya Al-Khail bin Ahmad Al Farahidi membuat bentuk tanda huruf: Syaddad (tasydid) ,mad,hamzah,serta tanda sukun dan tanda washal (teruskan bacaan) sesudah itu. Kemudian I’rab berubah dari bentuk titik menjadi bentuk seperti yang ada sekarang ini.
Dengan demikian, Abul Aswad adalah orang pertama yang menentukan I’rab, kemudian Nashr bin Ashim adalah orang yang memberikan titik sesudahnya, lantas Al Khalil bin Ahmad adalah orang yang memindahkan I’rab menjadi bentuk seperti sekarang ini.
Literasi Al-Quran
Akhirnya seorang muslim mau tidak mau harus belajar bahasa agamanya, yakni bahasa al-Quran notabene adalah bahasa Arab.
Kemampuan seorang bukan hanya meliputi penguasaan membaca, menulis dan menghafal al-Quran saja. Lebih dari itu mengetahui sejarah al-Quran pun tak kalah penting.
Penguasaan sejarah tentang bagaimana awal mula penulisan huruf dalam al-Quran, sampai lebih jauh lagi yakni pemahaman tentang asbabunnuzul (sebab turunnya ayat) merupakan literasi tambahan dalam memahami khazanah sebuah kitab suci.
Penggalian literasi kitab suci akan lebih menguatkan pemahaman pemeluknya, agar dia mendapat informasi bukan hanya dari katanya saja tapi turut melakukan kajian langsung dan mampu berkesimpulan secara mandiri.
Kategori
-
370
-
152
-
132
-
98
-
112